Cerita Pindah dari Windows ke Mac, dan Kenapa Hackintosh Lebih Baik

Oleh: - 11 Juni 2015  |

Instagram

Hackintosh Saya
Hackintosh Saya (dok. pribadi)

Sejak awal tahun 2015 lalu, saya punya niatan untuk membeli sebuah komputer PC sebagai pengganti laptop tua (2011) saya. Niatnya sih, kalau nanti udah beli PC saya enggak perlu menggeber laptop tua saya lagi untuk kerja seharian. Memasuki bulan Maret hingga April kemarin, alhamdulillah ada sedikit rejeki lebih dari blogging yang akhirnya mengubah niat awal saya yang hanya ingin membeli PC. Karena ada dana lebih, saat itu saya jadi berpikir untuk membeli sebuah komputer Apple (Mac) yang memang sudah menjadi keinginan saya sejak beberapa tahun lalu.

Dengan budget terbaru yang saya miliki kala itu, kemungkinan saya bisa membeli sebuah iMac 21.5-Inch Late 2012 (MD093) atau yang lebih baru, iMac 21.5-Inch Late 2013 (MD086). Berhubung harga iMac yang saya incar tersebut dua kali lipat dari harga PC incaran saya sebelumnya, saya pun berpikir lagi, worth-it kah saya mengeluarkan dana segitu untuk membeli sebuah perangkat Mac. Kemudian saya teringat bahwa sesungguhnya saya cuma ingin komputer yang bisa menunjang tiga perkerjaan utama saya, yaitu blogging, fotografi, dan home recording.

Dari ketiga syarat utama yang saya sebutkan sebelumnya, home recording menjadi hal yang paling sensitif terhadap pilihan saya. Saya pun kemudian nongkrongin forum recording favorit saya, yaitu Duc Avid dan Gearslutz. Saya baca-baca thread Mac vs PC (Windows) untuk recording yang bertebaran di dua forum tersebut. Dari beberapa hari baca-baca, saya sampai pada kesimpulan bahwa Mac dan Windows mempunyai kelebihan masing-masing untuk home recording, dan kelebihan masing-masing itu bisa digabungkan dalam sebuah perangkat yang disebut PC Hackintosh.

Baca juga:

Setelah memantapkan hati untuk hijrah dari Windows ke Mac dengan “jalan Hackintosh”, saya kemudian beli PC dengan spesifikasi; procie Intel Core i5-4690, Mobo GA-H97-Gaming 3, case Thermaltake V51, cooler Noctua NH-U14S, VGA card MSI GT 730 OC, RAM Team Elite+ 8GB, HDD WD 1TB Blue, PSU  FSP Hexa 500w, LG DVDRW, dan monitor Philips LED IPS 224E5. Sampai di sini saya masih awam soal Hackintosh sehingga dalam 1-2 hari saya masing memakai PC baru saya dengan OS Windows 8.1 sembari browsing-browsing di forum Hackintosh Kaskus, Tonymacx86, dan Insanelymac untuk belajar.

PC Hackintosh Saya
PC Hackintosh Saya (dok. pribadi)

Selang beberapa hari kemudian, saya mulai mengerti bagaimana cara menginstal Hackintosh. Secara garis besar urut-urutannya seperti ini; 1. Download atau beli OSX dari perangkat Mac beneran 2. Bikin OSX-nya bootable dengan Bootloader (saya pakai Clover) di USB 8GB 3. Install OSX-nya ke PC dengan cara booting lewat USB instalasi tadi. 4. Install kext/drivers yang diperlukan. 5. Install Bootloader di HDD PC yang sudah terinstal OSX agar bisa booting dengan HDD di PC. Urutan nomor 4-5 bisa dibolik-balik, misal Instal Bootloader di HDD PC baru install kext/drivers yang diperlukan atau sebaliknya.

Hanya 5 langkah itu saja yang saya lakukan untuk menginstal OSX Mavericks 10.9.0 di PC baru saya, tidak serumit yang ada di bayangan saya sebelumnya. Adapun untuk rincian lengkap atau kendala yang biasanya dihadapi saat instalasi, semuanya udah lengkap ada di forum Kaskus, Tonymacx86, dan Insanelymac. Bermodal Googling saja, orang awam seperti saya bisa menginstall Hackintosh. Kendala yang saya hadapi relatif sedikit, karena sebelum saya memutuskan membeli hardware yang akan saya pakai, saya sudah baca-baca rekomendasi hardware apa saja yang cocok untuk Hackintosh.

Selama dua minggu ini, Hackintosh saya sangat stabil untuk menjalankan aplikasi rekaman favorit saya, Pro Tools HD 10, lancar saat menjalankan aplikasi edit foto Photoshop CS6, dan juga nyaman saat digunakan untuk ngeblog dengan browser Google Chrome. Berdasar pengalaman saat masih memakai OS Windows 8.1, saya merasakan ada peningkatan performa meski tidak terlalu signifikan. Saya melihat keunggulan mutlak Pro Tools, Photoshop, dan Chrome di Mac hanya pada tampilan antarmuka pengguna (user interface) saja, yang menurut saya lebih nyaman dan praktis untuk bekerja.

Kenyamanan dan kepraktisan sistem operasi Macintosh dibanding Windows memang sudah saya dengar dari dulu. Selama dua minggu ini memakai Hackintosh saya sudah membuktikan kebenarannya. Soal performa menjalankan aplikasi, seperti yang saya bilang sebelumnya, Mac hanya sedikit lebih baik. Beberapa hari lalu saya juga iseng melakukan Benchmark pada Hackintosh saya dan saya cukup puas dengan skor benchmark Hackintosh saya. Skornya setara dengan perangkat Mac beneran yang harganya jauh lebih mahal dari total biaya yang saya keluarkan untuk membangun Hackintosh.

Benchmark Hackintosh Saya
Benchmark Hackintosh Saya (dok. pribadi)

Hal penting lain yang paling saya syukuri dari keputusan saya untuk memakai Hackintosh adalah fakta bahwa budget awal saya untuk membeli iMac sisa banyak, bisa saya tabung lagi untuk keperluan lain. Hardware Hackintosh saya juga bisa saya upgrade sendiri sesuka hati sewaktu-waktu. Bila anda mencari sebuah komputer dengan kelebihan sistem operasi OSX serta kebebasan pilihan hardware seperti di PC, Hackintosh adalah pilihan yang tepat! Diberkatilah orang-orang yang telah nyebarin/ngajarin Hackintosh kepada para sound engineer, fotografer, dan blogger berkantong tipis seperti saya.

Berita Terkait.

75 Komentar

  1. Risa Zapplerepair
    7 Januari 2018 @05:04:33

    Menarik sekali mas

    Reply

  2. Mubasir Alamsah
    11 Februari 2019 @17:02:15

    Test di
    Ryzen 5 1600
    mb : Asrock AB350M-HDV
    Ram : 16gb
    VGA : Zotac GTX 760
    lancar jaya cuma kendala sound gembret bisa fix gk haha

    Reply

  3. graf
    8 September 2020 @15:12:13

    Apakah sampai sekarang masih pakai hackintosh bang ?

    Reply

Tinggalkan Balasan