Kemarin jam menunjukan pukul 07.00 pagi ketika saya berangkat dari rumah Wonogiri ke Solo. Sampai di kos pukul 07.45, saya menyempatkan beristirahat sekira satu jam sebelum berangkat ke kantor pukul 08.45. Seperti biasanya, seakan tak ada yang spesial di jam-jam tadi, hingga pada pukul stengah 10an, saya mendengar ada kecelakaan tragis yang terjadi di jalan Wonogiri-Solo, jalanan yang baru saja saya lalui beberapa jam sebelumnya. Kemarin siang, Rabu, 1 November 2012, Bus Al-Amin jurusan Praci-Solo menabrak 3 sepeda motor di depan Lapangan Nguter, Sukoharjo, mengakibatkan 4 Korban tewas seketika.
Kecelakaan tersebut menjadi sesuatu yang mengejutkan buat saya, mengingat jalan dimana kecelakaan itu terjadi adalah jalan yang rutin saya lalui setiap minggu. Sudah enam tahun lebih saya rutin melewati rute itu dan jalanan tersebut dikenal bukanlah jalan yang rawan terjadi kecelakaan. Memang, kecelakaan tadi siang bukan kali pertama terjadi di jalan Solo-Wonogiri. Sependek yang saya ingat, ada beberapa kali kecelakaan terjadi di jalan tersebut. Namun, yang memakan korban hingga lebih dari 3 orang baru terjadi kemarin siang.
Kejadian kemarin siang membuat saya semakin miris akan kondisi jalanan dewasa ini. Apalagi akhir-akhir ini makin banyak terjadi kecelakaan di jalan raya yang merenggut tak sedikit nyawa manusia. Bila melihat dari statistik angka kecelakaan di indonesia yang saya ambil dari data Badan Pusat Statistik selama 10 tahun kebelakang, angka kecelakaan terus meningkat dari tahun ketahun. Peningkatan tersebut berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor di negeri ini khususnya sepeda motor.
Baca juga:
Tak perlu menengok data statistik, secara kasat mata kita bisa melihat kok bahwa sepeda motor memang menjadi penyumbang angka kecelakaan tertinggi di Indonesia. Sepeda motor, Kendaraan yang identik dengan “warga kelas 2” itu seperti menjadi kereta kematian bagi para pengendaranya. Kendaraan bermotor beroda dua tersebut di jalanan menjadi yang paling lemah bila dibandingkan dengan kendaraan lain semisal mobil, truk, atau bus. Sehingga bila terjadi benturan diantara kendaraan tersebut, biasanya sepeda motorlah yang mangalami nasib tragis.
Tanpa mengurangi rasa belasungkawa pada para korban kecelakaan jalan raya selama ini, jujur saya akui dalam pengamatan saya kebanyakan kecelakaan yang terjadi di jalan raya adalah hasil dari “egoisme” pengguna jalan itu sendiri. Kita, anda, bahkan saya mungkin kadang lupa bila berada di jalanan itu kita tak hanya bertanggung jawab pada keselamatan diri sendiri, tapi kita secara tidak langsung bertanggung jawab pada pengguna jalan lainnya.
Janganlah hanya karena egoisme kita di jalanan, nyawa kita dan orang lain jadi taruhannya. Bahkan dalam pandangan saya yang lebih ekstrim, saya berpendapat bahwa egoisme seseorang di lingkungan keluarga atau di lingkungan kerja itu 10 kali lebih bisa dimaklumi daripada egoisme seseorang di jalan raya. Seperti yang saya bilang sebelumnya, ego di jalan raya itu nyawa taruhannya. Jalan yang hanya sebuah “benda diam”, di mata orang akhir-akhir ini menjadi begitu kejam, dengan merenggut banyak nyawa yang sebenarnya semua itu terjadi sebagaian besar karena “kesembronoan” pengguna jalan itu sendiri.
Sebagai pengguna Jalan Raya seyogianya kita bisa menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain. Beberapa kali di pinggir jalan sering saya temui papan pengumuman yang bertuliskan kata-kata “hati-hati di jalan keluarga menanti di rumah”. Kata-kata itu yang terkesan biasa saja ketika pertama kali membacanya, namun sesungguhnya itu sangat dalam artinya. Saat kita dalam perjalanan, keluarga tercinta lah yang selalu menunggu kita pulang kerumah agar bisa kembali bercengkrama hangat bersama-sama. Satu hal yang tak kalah penting dari semua yang saya ocehin di atas adalah setiap akan berkendara jangan lupa untuk berdoa memohon keselamatan pada Sang Maha Kuasa.
Yos Beda - 2/11/2012