Bicara Kebanggaan dalam Euforia Tawan Si ‘Iron Man’ dari Indonesia

Oleh: - 25 Januari 2016  |

Instagram

Tawan Si Iron Man dari Indonesia
Tawan Si Iron Man dari Indonesia (Youtube)

Beberapa hari ini, nama I Wayan Sumardana alias Tawan,31 tahun, menjadi perbincangan hangat di masyarakat atas karya tangan robot yang dia ciptakan. Pria asal Banjar Tauman, Desa Nyuhtebel, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali, itu mengklaim dapat menggerakkan tangannya yang lumpuh akibat stroke ringan dengan bantuan lengan robot yang bisa dia kendalikan lewat pikiran. Tawan mengaku bisa mengendalikan robot tangannya dengan pikiran berkat perangkat EEG (Electroencephalography) yang dia rakit secara DIY (do-it-yourself).

Namun belakangan, beberapa netizen yang relatif kompeten dalam beberapa bidang ilmu, mulai dari dokter syaraf hingga dosen teknik elektro, mulai meragukan klaim-klaim yang dikatakan Tawan. Menariknya, bantahan dari para akademisi itu malah membuat orang-orang terguncang, sebagimana terguncangnya para fans sepakbola ketika klub kesayangannya dibantai oleh klub rival abadinya, hehe.. Meminjam istilah die hard (pembela mati-matian) dari kaskuser, die-hard-nya Mas Tawan ini tidak segan menyebut para pengkritisi karya Sang ‘Iron Man sebagai orang yang iri, sirik, dengki, hingga tuduhan tidak nasionalis.

Bedah Robot Tawan
Bedah Robot Tawan (Kaskus)

Ada juga yang menyebut Mas Tawan hanyalah korban media yang terlalu lebay dalam memberitakan karya robotnya sampai terlupa bahwa dalam video wawancara langsung dengan Mas Tawan, apa yang ditulis atau diwartakan wartawan itu sesuai dengan apa yang dikatakan yang bersangkutan. Menurut saya, esensinya bukan soal media itu lebay atau tidak, tapi soal tiap kata yang keluar dari mulut Mas Tawan punya nilai kejujuran atau tidak, mulai dari pengakuan soal EEG-nya, pengakuan dia merakit programnya, dll. Hemat saya, media tidak akan menulis robot Mas Tawan itu memakai teknologi EEG bila sang narasumber tidak mengatakan demikian.

Tak kalah menarik, ada juga sebagian orang, entah itu termasuk die hard-nya mas Tawan atau bukan, yang bilang bahwa untuk membuktikan robot Mas Tawan itu asli atau tidak, cukup datang ke tempatnya Mas Tawan lalu membuktikannya secara langsung. Saya melihat pernyataan tersebut tak ubahnya orang yang bilang, “mengukur temperatur Matahari itu harus datang ke Matahari langsung, lalu mengukur suhunya dengan termometer greget.” Padahal, sependek yang saya tahu, tidak semua kebenaran ilmiah harus dibuktikan dengan pengujian langsung, sepanjang ada metode atau pendekatan yang dipakai.

Dalam wawancara dengan Huffingtonpost tahun 2010 silam, fisikawan tersohor, Dr. Michio Kaku, berujar, “If it’s not forbidden by the laws of physics, it’s mandatory.” Jadi, bila tidak ada suatu teori didalam dunia fisika, kedokteran, atau robotik yang mengatakan bahwa robot tangan karya Mas Tawan tidak bisa dibuat, maka tidak ada alasan untuk mengatakan karyanya hoax. Sayangnya, beberapa akademisi mengatakan bahwa robot Mas Tawan hampir mustahil bekerja sebagaimana yang dia klaimkan bila dikomparasi dengan disiplin ilmu yang berkaitan. Dari sini, saya meyakini bahwa tangan robot Mas Tawan itu memang terindikasi hanya teknologi palsu.

Baca juga:

Meski di atas saya bilang meyakini, namun saya masih membuka ruang kemungkinan bahwa robot ciptaan Mas Tawan bisa saja emang ‘jalan’ meski hampir mustahil. Hal yang lazim kok bila dalam ranah ilmiah, sebuah hipotesis, klaim, atau semacamnya, itu belum terbukti benar maka akan difalsifikasi atau bernilai salah (tidak ilmiah/tidak memiliki kebenaran ilmiah). Bila berkaca pada kaidah saintifik (metodologi ilmiah) saat ini, memang robot Mas Tawan mendekati Hoax, tapi siapa tahu, bila ternyata Mas Tawan ini telah menemukan metode baru dalam merakit robot secara DIY dari barang rongsokan, hehe.. Dengan memakai kerangaka berpikir seperti ini, insyaAllah tidak akan terguncang bila robot Tawan terbukti 100% hoax!

Ada sisi menarik yang saya tangkap dalam euforia masyarakat terkait Mas Tawan si Iron Man asal Indonesia dalam beberapa hari ini. Saya melihat masyarakat kita sedang mengalami krisis kebanggaan atas bangsanya sendiri, bangsa Indonesia. Tak heran bila ada berita putra bangsa yang bisa berprestasi atau berhasil membuat karya fenomenal, model berita GNFI gitu, kadang orang terburu-buru untuk bersuka cita dan merasa bangga tanpa melakukan kroscek atas kebenaran berita tersebut. Ketika apa yang diyakini itu pada kemudian hari tidak terbukti kebenarannya, maka yang terjadi hanya keterguncangan hingga terpancing untuk berapologi seperti yang lazim terjadi dalam diskusi/debat agama.

Saya Berharap, saya, anda, atau siapa saja warga Indonesia, bisa segera atau makin bangga dengan Indonesia, bangga pada kekayaan alamnya, bangga pada budayanya, bangga pada Presiden dan Wakil Presidennya, atau bahkan banggak pada parlemennya. Kebanggaan adalah hal yang menarik di mata saya. Ketika dalam hati seorang anak masih tersimpan rasa bangga pada orangtuanya, atau juga sebaliknya, maka anak dan orangtua itu akan saling menghormati. Tak jauh berbeda ketika seorang pria/wanita merasa bangga dengan pasangannya, maka bisa dipastikan mereka akan baik-baik saja karena saling mensyukuri. Tak berlebihan bila saya bilang bangga adalah anak kandung dari syukur.

Referensi:

  1. http://www.kaskus.co.id/thread/56a112751854f7c9098b4567/quotiron-manquot-indonesia-dari-bali-adalah-hoax/
  2. http://suryamalang.tribunnews.com/2016/01/22/ini-komentar-dari-pakar-elektro-its-soal-tangan-robot-iron-man-bali
  3. http://sains.kompas.com/read/2016/01/24/21041651/Bagaimana.Tangan.Robot.Tawan.Mencengangkan.Sekaligus.Meragukan.Peneliti.Mengungkapnya
  4. https://www.facebook.com/KompasTV/videos/1073821262670105/
  5. http://www.yohanessurya.com/activities.php?pid=20202&id=142
  6. http://www.huffingtonpost.com/deepak-chopra/michio-kaku-interview-by_b_614971.html

Berita Terkait.

42 Komentar

  1. Dwi Wahyudi
    25 Januari 2016 @12:12:55

    Sebuah analisa yang cukup menarik menurut saya, sejak pertama kali pemberitaan ini beredar di media sosial saya belum berani berkomentar secara langsung. Memang secara logika teknologi pikiran yang diutarakan ybs masih sulit untuk dicerna karena selama ini kita hanya bisa melihatnya melalui film2 seperti X-Men dan lain sebagainya. Sepertinya memang harus dilakukan pengecekan dan uji khusus terhadap alat tersebut untuk memastikan apakah benar atau tidak. ๐Ÿ™‚

    Reply

    • Yos Beda
      25 Januari 2016 @12:35:32

      Teknologi seperti itu (EEG) sebenarnya memang sudah ada mas Dwi, hanya saja pengaplikasiannya tidak semudah seperti yang dilakukan mas Tawan.. hehehe..

      Reply

  2. budiono
    25 Januari 2016 @12:17:18

    ya ndak bisa dibandingkan dong bro datang ke matahari buat ngukur suhunya, dengan datang ke rumah tawan. perumpamaan yang sungguh ahem ahem kwkwwkwk…

    bagemana tidak, datang ke matahari kan butuh kesaktian luar biasa. sementara datang ke rumah tawan hanya butuh lompat ke pulau seberang.

    kita yakin bahwa matahari itu panas, karena dari sini aja panasnya mintak ampun. sudah tahu buktinya. lha kita mau bilang robot tawan itu hoax hanya dari berita, gambar dan sepenggal video, ditambah analisa wong-wong yang merasa lebih pinter dari tawan? begicuuu?

    saya sendiri terus terang ragu, ini beneran gak. tapi kemungkinan bahwa ini betulan sih tetap ada.

    yang jelas sebelum alat itu divonis bohongan, ya memang harus dibuktikan ke sana. gantung aja alatnya, lalu suruh tawan menggerakkan pake kendali otaknya. hanya itu satu2nya cara buat memastikan.

    Reply

    • Yos Beda
      25 Januari 2016 @13:38:22

      Buseeeet.. konteksnya bukan itu Mas Budi, bukan soal perbandingan tingkat kesulitan ke Matahari atau ke rumah Mas Tawan. Tapi ada tidaknya metode atau pendekatan yang digunakan untuk mengukur kevalidan suhu matahari tersebut tanpa harus berangkat ke Matahari. Seperti saya tulis di referensi bawah artikel saya, saya mengambil referensi dari blog resmi Prof. Yohanes Surya, fisikawan kebanggan Indonesia.

      Dalam salah satu tulisannya, Prof. Surya menerangkan tiga metode yang dipakai untuk mengukur suhu di permukaan matahari:

      1. Dengan menganalisis spektrum cahaya yang dipancarkan oleh Matahari.
      2. Dengan menganalisis atom-atom yang ada di permukaan matahari memakai spektrograf.
      3. Dengan mengukur radiasi panas Matahari di Bumi.

      Pertanyaan selanjutnya, ada tidak metode atau pendekatan untuk mengetahui teknologi tangan robot mas Tawan itu betulan atau sekadar tipu-tipu tanpa harus datang ke rumahnya langsung.

      Sejauh ini, saya dapati ada. Pertama, dari pernyataan Dr Widodo Budiharto, SSi, MKom, dosen Ilmu Komputer Universitas Binus, dengan menggunakan pendekatan ‘riset piranti lunak’, adalah hal yang sulit bagi Mas Tawan untuk membuat alat tersebut benar-benar bekerja sesuai dengan yang dia katakan (klaimkan)
      sumur: https://news.detik.com/berita/3125306/analisa-dosen-pengembang-kursi-roda-otak-soal-lengan-robot-tawan

      Kedua, dari pernyataan Dr Arjon Turnip, doktor dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah berhasil membuat Kursi Roda berbasis EEG. Pendekatan yang dilakukan Dr Arjon adalah dengan cara mempertanyakan letak elektroda dan cara pengolahan sinyal otak dari robot tangan Mas Tawan.
      sumur: http://sains.kompas.com/read/2016/01/24/21041651/Bagaimana.Tangan.Robot.Tawan.Mencengangkan.Sekaligus.Meragukan.Peneliti.Mengungkapnya
      *Ini karya Dr Arjon: http://www.galamedianews.com/bandung-raya/51260/dr-arjon-cipatakan-kursi-roda-super-canggih-berbasis-brain-computer-interface.html

      Ketiga, dari pendekatan kesehatan Mas Tawan yang kena Stroke, analisa lengkapnya dipaparkan oleh seorang dokter yang biasa menangani masalah stroke dan kelemahan anggota gerak bernama Arga Aditya (https://www.facebook.com/argaaditya).
      Sumur: https://www.facebook.com/KompasTV/videos/1073821262670105/.

      Kalau mas Budi masih menilai Dr Widodo Budiharto, Dr Arjon Turnip, atau dr Arga Aditya hanyalah orang-orang yang merasa lebih pintar dari Mas Tawan, ya udah berarti emang segala penjelasan yang mereka sampaikan sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka pelajari selama ini jadi tidak bermakna, hehehe.. Oiya, dalam akhir analisanya dr Arga juga bilang gini lho, “Tidak percaya dengan argumen-arggumen tersebut? silahkan coba sendiri Robot Iron Man tersebut, hehehe”

      Soal kemungkinan robot mas Tawan bukan Hoax sudah saya tulis di paragraf enam, walau sebenarnya itu agak guyonan.. wkwkwkwk..

      “Meski di atas saya bilang meyakini, namun saya masih membuka ruang kemungkinan bahwa robot ciptaan Mas Tawan bisa saja emang โ€˜jalanโ€™ meski hampir mustahil. Hal yang lazim kok bila dalam ranah ilmiah, sebuah hipotesis, klaim, atau semacamnya, itu belum terbukti benar maka akan difalsifikasi atau bernilai salah (tidak ilmiah/tidak memiliki kebenaran ilmiah). Bila berkaca pada kaidah saintifik (metodologi ilmiah) saat ini, memang robot Mas Tawan mendekati Hoax, tapi siapa tahu, bila ternyata Mas Tawan ini telah menemukan metode baru dalam merakit robot secara DIY dari barang rongsokan, hehe.. Dengan memakai kerangaka berpikir seperti ini, insyaAllah tidak akan terguncang bila robot Tawan terbukti 100% hoax!”

      CMIIW, Wallahu a’lam

      Reply

      • Olakal
        25 Januari 2016 @16:55:56

        Untuk penelitian seperti itu relatif mas, selama bisa dijangkau dan memungkinkan maka kondisi tersebut bisa digunakan untuk penelitian secara langsung, jadi untuk kondisi yang tak terjangkau seperti matahari maka penelitian dari jauh yg diperlukan, berbeda pula bila dalam kondisi tersebut matahari masih bisa dijangkau manusia, biar bagaimanapun penelitian langsung adalah yg lebih baik.

        Reply

        • Yos Beda
          25 Januari 2016 @20:26:39

          Tanggapan saya sederhana saja ya mas, atau tepatnya hanya mengulang. hehe.. Konteksnya bukan memungkinkan dijangkau atau tidak, pun juga bukan sulit atau mudahnya, tapi pada ada atau tidaknya metode atau pendekatan yang dipakai. Dan satu yang paling penting, pada contoh Mas Tawan, ada tidaknya metode atau pendekatan yang dipakai, tak lantas menghapuskan syarat pengujian langsungnya ya.

          Balasan komentar saya kepada mas Budi di atas, saya coba menuliskanya dengan runtut lho.. masih bingung ya mas.. coba dibaca sekali lagi. Atau kalau masih belum nangkap maksudnya, mungkin saya yang kurang pandai dalam menjelaskan.. hehehehe

          Reply

  3. Kurniawan
    25 Januari 2016 @13:32:05

    Kalau saya sih yakin kalau itu tangan bukan “hoax” dalam artian bisa membantu tangannya yang katanya lumpuh menjadi bisa bergerak lagi. Tapi mungkin tidak serumit EEG. Mungkin hanya sebagai penguat tangannya saja. Jadi gerakannya lebih kuat. Setahu saya lumpuh stroke kan masih bisa gerak hanya lemah saja. CMIIW ๐Ÿ™‚

    Reply

    • Yos Beda
      25 Januari 2016 @14:24:12

      Iya mas Kurniawan, bisa jadi malah alat tersebut untuk sekadar memperkuat gerakan tangannya sehingga tidak memerlukan tenaga tangan normal (non-stroke). Tapi kalau alat tersebut fungsinya hanya seperti itu, malah tidak sesuai dengan keterangan yang selama ini Mas Tawan sampaikan kepada media..

      Reply

  4. Ecky
    25 Januari 2016 @15:46:47

    saya suka dengan kata-kata, “krisis kebanggaan”. Memang kadang kita dilanda krisis kebanggaan bangsa sehingga melebih-lebihkan suatu pencapaian Indonesia. Karya Bpk.Tawan sudah seharusnya diapresiasi (dibuat dengan rongsokan lho), tapi tidak sampai dilebih-lebihkan dan “dibumbui”

    Reply

    • Yos Beda
      25 Januari 2016 @20:39:05

      Nah iya mas, berita-berita model GNFI kadang malah jadi sumber Hoax, meski tidak jarang berita-berita membanggakan tentang Indonesia dari mereka juga akurat. Soal kreatifitas mas Tawan, saya sepakat *salaman. Bahkan soal desain, untuk wardrobe pementasan drama futuristik.. set film, atau semacamnya, udah masuk banget tuh desainnya mas Tawan.. Saya aja ngga bakal bisa bikin yang seperti itu.. hehehe

      Reply

  5. Sriyono Suke
    25 Januari 2016 @17:17:59

    Itu penggeraknya motor servo apa hidrolik ya? sepertinya kok ada komponen shock absorber sepeda motor (yang sekilas mirip komponen hidraulic excavator / begu dalam ukuran kecil) hahahahha

    Reply

    • Adexon
      25 Januari 2016 @18:54:58

      aku agak heran dgn analisa teknis digambar itu…kenapa dikomparasi dgn pentium?
      mungkin alat si Tawan hoax tpi dibanding2kan dgn teknologi pc desktop mungkin agak memalukan….

      Reply

    • Yos Beda
      25 Januari 2016 @20:42:59

      Mas Sriyono: Pengamatan yang menarik mas, silahkan dilihat di video-videonya mas. Mas Tawan ngejelasin kok apa aja komponen yang dia pakai serta bagaimana cara kerjanya ๐Ÿ˜€

      Adexon: Hahahaha, soal gambar di atas, yang dikomparasi sama pentium malah sama sekali ngga saya lihat mas, saya malah tertarik dengan:

      – USB tipe B yang dicolokan ke port ethernet
      – USB 2.0 yang dicolokin ke USB tipe B
      – HDD IDE 3.5″ tanpa power connector, dll

      Reply

      • Adexon
        25 Januari 2016 @23:14:40

        Reply

        • Yos Beda
          26 Januari 2016 @05:16:12

          Saya sudah baca kok mas dari kemarin siang.. kalau saya ngga salah nangkap, sebenarnya mereka para Kompasianer juga tidak melakukan pengujian langsung karena dalam tulisan mereka pasti ada kalimat:

          “… Namun sayang, sewaktu kami berkunjung, alat itu sedang rusak lantaran terkena air hujan… ” ada di sini: http://www.kompasiana.com/darwinarya/agar-alat-robotiknya-bergerak-tawan-harus-terus-berbohong_56a5ad163dafbda70550454d

          “… Ada rasa penyesalan sedikit dalam hati saya, karena saya tidak bisa merasakan langsung bagaimana rasanya saat memakai lengan bionik tersebut. โ€œIni sedang rusak, kehujananโ€, jelas nya pada kami. ….” ada di sini : http://www.kompasiana.com/takutpada-allah-/mengungkap-rahasia-lengan-robot-bli-tawan_56a597b63dafbdf80450453b

          Jadi, dua orang kompasianer itu tak ubahnya wartawan yang melakukan wawancara langsung dengan Mas Tawan. Dan kalau saya tidak salah, dua kompasianer tersebut disiplin ilmunya bukan pada bidang yang berkaitan dengan robotik atau penyakit stroke-nya mas Tawan. Berbeda dengan:

          1. Dr Widodo Budiharto, SSi, MKom, Dosen pengembang kursi roda ‘otak’ (EEG), yang bilang Mas Tawan hampir mustahil membuat robot tersebut jalan tanpa riset piranti lunak yang memadai itu hanya omong kosong.
          sumur: https://news.detik.com/berita/3125306/analisa-dosen-pengembang-kursi-roda-otak-soal-lengan-robot-tawan

          2. Dr Arjon Turnip, doktor dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah berhasil membuat Kursi Roda berbasis EEG. Dr Arjon mempertanyakan letak elektroda dan cara pengolahan sinyal otak dari robot tangan Mas Tawan.
          sumur: http://sains.kompas.com/read/2016/01/24/21041651/Bagaimana.Tangan.Robot.Tawan.Mencengangkan.Sekaligus.Meragukan.Peneliti.Mengungkapnya

          3. dr Arga Aditya, dokter yang biasa menangani masalah stroke, yang menemukan keganjilan-keganjilan cerita stroke Mas Tawan (berdasar pengakuannya kepada media) ketika dikomparasi dengan fungsi lengan robotnya Mas Tawan.
          sumur: https://www.facebook.com/KompasTV/videos/1073821262670105/

          Terkait penjelasan soal lie detector, saya juga sudah lihat videonya kemarin. Ini videonya: https://www.youtube.com/watch?v=ehhaLsz_7D4. Ada perbincangan menarik antara Mas Tawan degan Mbak Reporter KompasTV mulai menit 1:40

          Mbak reporter: “Ini kan prinsipnya alat ini digerakkan melalui sel otak ya pak ya? Atau bagaimana pak?
          Mas Tawan: “Ooo ndakk, sebenarnya bukan diperintah otak, saya hanya ngarang cerita… Cara kerjanya sama seperti alat tes kebohongan saja, Nanti saya bikin cerita umpamanya saya makan mie, mie nya pedas saya bilang manis”

          Terlepas cara kerja lie detector apakah sesimpel itu membaca pikiran, hehehe.. yang saya tangkap (bisa saja salah) mas tawan memerlukan satu kebohongan untuk sekali gerakan dalam satu pattern. Jadi mas Tawan ini “jenius” banget ketika bisa menggerakan persendian lengan atas, lengan bawah, jempol, telunjuk, jari tengah, jari manis, kelingking, dengan berbagai macam pattern gerakan. Bisa dibayangin kan betapa susah konsentrasinya dalam membuat gerakan, berapa jumlah kebohongan yang diperlukan untuk menggerakan semua itu.. apa ngga super greget tuh.. hehehe..

          CMIIW, Wallahu aโ€™lam

          Reply

          • Adexon
            26 Januari 2016 @15:31:15

            wkwkwk betul kalo dia mau multitasking sekompleks itu bisa gila juga :v ane btw tergolong yg meragukan bionik ini real adanya….tapi semenjak ada kata ‘lie detector’ ane jadi pikir “sepertinya ini masuk akal”, masuk akal untuk task yg simpel, secara teknis lho ya bukan berarti alat si tawan ini hoax atau tidak hihihi…

            dari hasil pengamatanku yang awam ini sepertinya dia butuh gerakan 1 arah saja

            nah alasan ane kenapa lie detektor bisa memicu aktuator agar “ON” utk kebutuhan gerakan 1 arah kalo mau dibilang simple menurut imajinasiku. Si poligraph butuh pneumograp, sfigmomanometer & galvanometers. Anggap aja penumograph ngelingkar di dada, sfigmomanometer di lengan dan tabung udaranya dibelakang. dan galvanometer entah dimana…biasanya diujung jari tapi si tawan ini pasti keringetan terus karena pekerjaannya. Jadi gk kepake ini. Ini yang jadi masalah, standar kebohongannya seperti apa ? standar terlalu rendah bisa2 dia sendiri yg celaka. Standar terlalu tinggi bisa2 lengannya gak ON ON juga :v :v….

            Tapi tapi ane lagi2 mentok gan..benar benar mentok wkwkwk…..dia sendiri yang jadi examiner, dia sendiri yang ngajuin pertanyaan..kenapa harus berkeringat ? kenapa jantung harus berdetak cepat ? kenapa tekanan darah harus naik ? nah kalo sudah sampai di sini kesimpulan ane dia hanya bisa berbohong ttg hal yg lebih pribadi…saya berhenti di sini karena ini udah urusan dia dan TYME.

            CMIIW nvm jika ada yg salah ini imajinasi ane aja kalo pake lie detektor ๐Ÿ˜€

  6. Evi
    26 Januari 2016 @07:02:59

    Sayang nih aku gak bisa mengklik videonya. Jadi kesimpulannya gimana Mas Yos, penemuan Mas Tawan benar tapi masih membutuhkan banyak perbaikan atau emang hoax?
    Aku berharap bahwa itu adalah penemuan yang masih membutuhkan banyak perbaikan alih-alih dicap sebagai hoax ๐Ÿ™‚

    Reply

  7. Dani
    26 Januari 2016 @08:10:23

    Tajem dan menggelitik Mas analisanya. Saya salut sama positioning njenengan di artikel ini. Kalo saya sendiri malah cenderung skeptis. Mengukur panas matahari memang tidak harus ke matahari sana. Hihihi. Yang sedih sih kalau memang sampai ada krisis kebanggaan.

    Reply

    • Yos Beda
      26 Januari 2016 @08:21:56

      Iya Mas Dani, krisis kebanggaan adalah poin utama yang ingin saya sampaikan di tulisan saya ini.. Sedih banget mendapati saudara-saudara kita yang tidak bangga menjadi Indonesia, tidak bangga dengan segala kelebihan bangsa kita, tidak bangga dengan presidennya, tidak bangga dengan budayanya, tidak bangga dengan parlemennya, hehehe..

      Dalam hati kecil mereka rindu dan mencari sosok-sosok yang akan mereka banggakan. Pada gilirannya, tak jarang malah mereka kurang teliti atau kurang berhati-hati ketika menemukan soso idola baru, tidak memberi ruang keragu-raguan terhadapnya. Terlalu yakin 100%, kketika apa yang diyakini itu pada kemudian hari tidak terbukti kebenarannya, maka yang terjadi hanya keterguncangan.. hehe..

      Reply

  8. Lidya
    26 Januari 2016 @10:00:15

    mengandalkan pikiran untuk meggerakkan lengannya, wah aku masih belum ngerti cara kerjanya nih

    Reply

    • Yos Beda
      26 Januari 2016 @10:32:03

      Sebenarnya secara konsep alat seperti itu masuk akal dan sudah ada kok kak.. Cuma pada ‘kisah’ robot-nya Mas Tawan ini menjadi berbeda karena ditemukan beberapa keganjilan baik pada robot/alatnya maupun pada klaim-klaimnya Mas Tawan.

      Reply

  9. Balon Gate
    26 Januari 2016 @12:27:09

    Ijin menyimak berbagai komentar..

    Reply

  10. Aji Kurniawan
    26 Januari 2016 @17:44:51

    Kurang lebih sama dengan pemikiran saya, saya sudah kurang percaya ketika pertama kali melihat video Kompas, ketika dia memperagakan alatnya dengan memegang dahi (foto pertama), tiba-tiba tangan kirinya gerak seperti tangan normal, semua persendian mampu bergerak dengan lancar (kecuali jari-jari, tidak kelihatan karena ada di dalam sarung tangan safety untuk ngelas).. ๐Ÿ˜€

    Padahal sejauh saya nonton video robotik di YouTube, gerakan robot-robot humanoid lincah pun masih kaku, apalagi yang mind-controlled harusnya lebih kaku lagi.

    Saya juga gimana gitu baca-baca komentar para die hard, bilang cuma bisa kritik gak bisa bikin, gak menghargai kreativitas, dan semacamnya ๐Ÿ˜€

    Reply

    • Yos Beda
      27 Januari 2016 @05:02:06

      Kalau saya waktu awal lihat foto dan beritanya (belum lihat videonya) malah percaya-percaya saja mas Aji. Saat itu foto dan juga kisahnya sudah diposting di 9GAG, di sana saya mendapati beberapa komentar yang menyebut, bisa saja Mat Tawan membuat alat yang bisa membantu menggerakan tangannya, namun para netizen meragukan kalau alat tersebut bisa dia gerakan dengan otak (meski sadar teknologi EEG memang ada).

      Pada saat saya ikut meragukan EEGnya, malah bermunculan debunker2 yang membongkar komponen-komponen yang dipakai Mas Tawan yang relatif unik, mulai dari; USB tipe B yang dicolokan ke port ethernet, USB 2.0 yang dicolokin ke USB tipe B, HDD IDE 3.5″ tanpa power connector, dll. Ditambah dengan analisa para pakar yang sesuai dengan bidang ilmunya, seperti analisa dari Dr Widodo Budiharto, Dr Arjon Turnip, dan dr Arga Aditya, rasanya sangat sulit bila saya memaksakan di otak saya bahwa robot Mas Tawan beneran ‘jalan’ ๐Ÿ™‚

      Reply

Tinggalkan Balasan